Trump Perintahkan Pentagon Siapkan Kekuatan Militer Hadapi Kartel Narkoba Amerika Latin
Jakarta, Mediain.id – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengambil langkah kontroversial dalam kebijakan luar negeri dan keamanan nasional. Kali ini, ia menginstruksikan Pentagon untuk menyiapkan opsi penggunaan kekuatan militer guna memberantas kartel-kartel narkoba besar yang beroperasi di Amerika Latin.
Laporan ini pertama kali diungkap oleh sejumlah media terkemuka AS pada Jumat (8/8/2025) waktu setempat. The New York Times menyebut, Trump memerintahkan Departemen Pertahanan AS untuk menganggap kartel-kartel tersebut sebagai ancaman teroris, sejalan dengan kebijakan yang telah ia tetapkan pada awal tahun.
Sebelumnya, pada Februari lalu, pemerintah AS resmi mengklasifikasikan beberapa kelompok penyelundup narkotika sebagai “organisasi teroris asing” (Foreign Terrorist Organization/FTO). Di antaranya adalah Kartel Sinaloa dari Meksiko, Tren de Aragua yang berbasis di Venezuela, serta enam kelompok kriminal terorganisasi lainnya yang memiliki jaringan luas di Amerika Latin.
Opsi Militer dan Dukungan Intelijen
The Wall Street Journal melaporkan, instruksi Trump mencakup berbagai opsi strategis, mulai dari pengerahan pasukan khusus, operasi intelijen skala besar, hingga dukungan logistik untuk operasi internasional. Langkah tersebut dikabarkan akan dikoordinasikan dengan mitra-mitra asing, terutama negara-negara yang menjadi basis operasi kartel.
Meski Gedung Putih tidak memberikan konfirmasi detail, Juru Bicara Anna Kelly menegaskan sikap presiden. “Prioritas utama Presiden Trump adalah melindungi tanah air. Karena itu, beliau mengambil langkah berani untuk menetapkan sejumlah kartel dan geng sebagai organisasi teroris asing,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang dikutip AFP, Sabtu (9/8/2025).
Respons dari Meksiko
Kebijakan ini langsung memicu reaksi dari pemerintah Meksiko, negara yang selama ini menjadi salah satu pusat peredaran narkoba terbesar di dunia. Kedutaan Besar AS di Meksiko merilis pernyataan yang menyebut kedua negara berkomitmen menggunakan “setiap alat yang tersedia” demi melindungi rakyat dari ancaman kartel.
Namun, pernyataan itu direspons tegas oleh Kementerian Luar Negeri Meksiko. Pihaknya menolak keras kemungkinan kehadiran pasukan militer AS di wilayah mereka. “Meksiko tidak akan menerima keterlibatan pasukan militer asing di teritori kami,” demikian pernyataan resmi kementerian tersebut.
Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, juga menanggapi isu ini dengan nada tegas. Dalam konferensi pers pada Jumat (8/8), Sheinbaum menekankan bahwa tidak akan ada “invasi” AS ke negaranya. “Kami bekerja sama dan berkolaborasi dengan AS dalam memberantas kartel. Tetapi invasi? Sama sekali tidak mungkin,” ujarnya.
Janji Perang Melawan Kartel
Langkah Trump kali ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari retorika kerasnya sejak awal masa jabatan. Pada Maret lalu, ia secara terbuka berjanji untuk “berperang” melawan kartel-kartel Meksiko yang dituduhnya bertanggung jawab atas maraknya perdagangan narkoba dan aksi kekerasan lintas negara.
Trump bahkan menuduh kelompok-kelompok tersebut terlibat dalam kejahatan keji seperti pemerkosaan dan pembunuhan, serta membanjiri pasar AS dengan narkotika mematikan, termasuk fentanil—zat opioid sintetis yang menjadi penyebab utama lonjakan angka overdosis di AS.
Fentanil, yang sering kali diselundupkan melalui jalur Meksiko, telah memicu krisis kesehatan publik di Amerika. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mencatat puluhan ribu kematian akibat overdosis obat tersebut setiap tahunnya. Kondisi ini menjadi salah satu alasan Trump mendorong pendekatan yang lebih agresif.
Tantangan Diplomasi dan Hukum Internasional
Meski memiliki alasan keamanan yang kuat, rencana penggunaan kekuatan militer di luar negeri tanpa persetujuan negara tujuan berpotensi memicu perdebatan hukum internasional. Pakar hubungan internasional menilai, jika AS benar-benar melakukan operasi militer di wilayah Meksiko atau negara Amerika Latin lainnya tanpa persetujuan pemerintah setempat, langkah itu bisa dianggap pelanggaran kedaulatan.
Namun, pihak pendukung Trump berargumen bahwa kartel narkoba adalah ancaman transnasional yang memerlukan pendekatan seperti terhadap kelompok teroris internasional. Dengan mengklasifikasikan mereka sebagai FTO, pemerintah AS mendapatkan dasar hukum untuk melakukan operasi militer, sanksi ekonomi, dan pembekuan aset di luar negeri.
Situasi Masih Dinamis
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi mengenai kapan dan bagaimana operasi militer tersebut akan dijalankan. Pentagon disebut masih mengkaji berbagai opsi, sambil menunggu instruksi final dari presiden.
Sementara itu, hubungan diplomatik AS-Meksiko tengah berada dalam situasi sensitif. Di satu sisi, kedua negara memiliki kepentingan bersama dalam memerangi perdagangan narkoba. Namun di sisi lain, perbedaan pandangan soal keterlibatan militer asing bisa menjadi batu sandungan yang memperkeruh kerja sama.
Langkah Trump ini menegaskan bahwa isu kartel narkoba bukan hanya masalah kriminal, tetapi juga telah masuk ke ranah keamanan nasional dan geopolitik. Apakah rencana ini akan terealisasi atau hanya menjadi ancaman politik, semuanya masih bergantung pada dinamika diplomasi dan kebijakan pertahanan AS dalam beberapa bulan ke depan.
Comment