Suara Mantan Aktivis BEM UIN Alauddin Makassar: Mendesak Reshuffle Kabinet, UU Perampasan Aset, dan Evaluasi Kapolri

Suara Mantan Aktivis BEM UIN Alauddin Makassar: Mendesak Reshuffle Kabinet, UU Perampasan Aset, dan Evaluasi Kapolri

Foto : Muhammad Warakaf (istimewa)

Oleh : Muhammad Warakaf (Direktur Sulawesi Institute)

Situasi politik dan sosial Indonesia kembali diguncang gejolak besar. Gelombang aksi unjuk rasa di berbagai daerah yang awalnya dimaksudkan sebagai penyampaian aspirasi rakyat, justru berubah menjadi tragedi. Bentrokan dengan aparat memakan korban jiwa, aksi penjarahan menyasar rumah-rumah pejabat, serta kantor pemerintahan dibakar massa. Kondisi ini mencerminkan adanya krisis kepercayaan publik terhadap negara dan para pemangku kebijakan.

Sebagai seorang mantan aktivis PB HMI, saya memandang bahwa apa yang terjadi hari ini tidak boleh hanya dibaca sebagai gejolak sesaat. Ini adalah alarm keras bagi pemerintah untuk segera berbenah. Tuntutan rakyat sudah meluas dan semakin menguat.

Di tengah aksi yang berlangsung, kawan-kawan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil menyuarakan tuntutan 17+8. Sebuah paket aspirasi yang menyoroti beragam isu fundamental, mulai dari krisis ekonomi, lemahnya penegakan hukum, hingga problem kebebasan sipil. Tuntutan 17+8 lahir dari analisis panjang dan kekecewaan mendalam terhadap praktik kekuasaan yang dianggap semakin menjauh dari kepentingan rakyat.

Namun demikian, saya menilai perlu adanya penajaman fokus dalam bentuk tiga tuntutan pokok yang bersifat mendesak dan aplikatif, yakni:

1. Reshuffle kabinet menteri-menteri yang tidak berkompeten

Kinerja sejumlah kementerian terbukti jauh dari harapan. Alih-alih bekerja untuk rakyat, beberapa justru terjebak pada pencitraan, konflik kepentingan, dan kebijakan tidak tepat sasaran. Akibatnya, program-program strategis pemerintah gagal memberi dampak positif bagi masyarakat luas.

Reshuffle bukan sekadar rotasi jabatan, melainkan langkah pemulihan kepercayaan publik. Menteri yang tidak berkompeten tidak boleh terus dipertahankan hanya karena kedekatan politik atau alasan bagi-bagi kekuasaan. Negara ini membutuhkan pemimpin di setiap kementerian yang profesional, berintegritas, dan memiliki rekam jejak bersih. Tanpa langkah tegas ini, beban rakyat akan terus bertambah, sementara krisis kepercayaan kian dalam.

2. Sahkan Undang-Undang Perampasan Aset

Indonesia membutuhkan instrumen hukum yang jelas dan tegas dalam menindak serta merampas aset hasil korupsi, pencucian uang, dan kejahatan ekonomi lainnya. Tanpa UU ini, para koruptor dan mafia terus leluasa menguras kekayaan negara, sementara rakyat dipaksa menanggung beban hidup semakin berat.

Pengesahan UU Perampasan Aset akan menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah benar-benar serius memberantas korupsi. Lebih dari itu, UU ini dapat menjadi fondasi bagi upaya pemulihan ekonomi nasional yang adil.

3. Evaluasi kinerja Kapolri

Dalam setiap gejolak sosial, Polri memegang peran penting menjaga keamanan dan melindungi rakyat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan lemahnya kendali aparat, tindakan represif berlebihan, hingga munculnya korban jiwa. Ini membuktikan ada persoalan serius dalam kepemimpinan institusi kepolisian.

Evaluasi terhadap Kapolri dan jajaran tidak bisa ditunda. Aparat harus dikembalikan pada fungsi utamanya: melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Tanpa evaluasi menyeluruh, potensi penyalahgunaan wewenang akan terus terjadi dan luka sosial semakin melebar.

Tiga tuntutan ini bukan sekadar aspirasi pribadi, melainkan refleksi atas keresahan kolektif rakyat Indonesia. Jika tuntutan 17+8 mewakili spektrum luas permasalahan bangsa, maka tiga poin yang saya tekankan adalah pintu masuk untuk membenahi fondasi tata kelola negara.

Pemerintah harus sadar bahwa suara rakyat bukan untuk diabaikan, melainkan untuk dijadikan landasan perubahan. Korban yang jatuh, rumah-rumah pejabat yang dijarah, hingga kantor pemerintahan yang terbakar adalah simbol dari retaknya kepercayaan masyarakat terhadap negara.

Saatnya pemerintah berhenti defensif dan mengambil langkah konkret. Reshuffle kabinet, sahkan UU Perampasan Aset, dan evaluasi kinerja Kapolri adalah langkah realistis yang bisa segera dijalankan. Tanpa itu semua, kita hanya menunggu gejolak berikutnya yang bisa lebih besar, lebih luas, dan lebih sulit dikendalikan.

Comment