Kejagung Pastikan Proses Hukum Kasus Korupsi Gula Tetap Jalan Meski Tom Lembong Dapat Abolisi
Jakarta, Mediain.id – Kejaksaan Agung Republik Indonesia menegaskan bahwa proses hukum terhadap para terdakwa lain dalam kasus dugaan korupsi impor gula tetap berlanjut, meskipun mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, telah memperoleh abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menyampaikan bahwa abolisi yang diberikan kepada Tom bersifat personal dan tidak berdampak terhadap terdakwa lainnya dalam perkara yang sama.
“Perlu digarisbawahi bahwa pemberian abolisi dari Presiden terhadap saudara Tom Lembong ini sifatnya personal. Bagi kami, proses hukum terhadap pihak lain dalam kasus ini tetap berjalan sebagaimana mestinya,” tegas Anang kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Abolisi: Hak Prerogatif Presiden
Anang menjelaskan bahwa abolisi adalah hak prerogatif yang dimiliki Presiden dan telah diatur dalam undang-undang. Namun, ia menegaskan bahwa langkah tersebut tidak otomatis menghentikan penuntutan terhadap terdakwa lainnya.
“Abolisi adalah hak Presiden yang dijamin konstitusi. Tetapi penerapannya tidak bersifat kolektif. Artinya, abolisi hanya berlaku terhadap orang yang secara khusus disebutkan dalam Keppres (Keputusan Presiden), dalam hal ini Tom Lembong,” ungkapnya.
Sidang Tetap Dilanjutkan, Hakim Tolak Permintaan Hotman Paris
Di tengah kabar abolisi ini, muncul permohonan dari pengacara senior Hotman Paris Hutapea agar sidang kliennya, Tony Wijaya, ditunda. Tony merupakan Direktur Utama PT Angels Products dan salah satu terdakwa dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (5/8), Hotman menyebut bahwa kliennya didakwa bersama Tom Lembong. Ia berpendapat bahwa proses hukum seharusnya dihentikan karena Tom telah menerima abolisi.
“Kami mohon agar majelis menghentikan perkara ini dan mencoret dari buku daftar perkara. Kami juga minta sidang ditunda seminggu agar kami bisa mengetahui keputusan resmi dari Jaksa Agung,” kata Hotman dalam persidangan.
Namun, majelis hakim yang diketuai Dennie Arsan Fatrika menolak permohonan tersebut. Hakim menilai bahwa abolisi hanya berlaku bagi Tom Lembong dan tidak relevan untuk terdakwa lainnya.
“Keppres abolisi hanya menunjuk secara eksplisit kepada Terdakwa Thomas Trikasih Lembong. Jadi tidak bisa serta-merta dijadikan dasar untuk menunda atau menghentikan perkara terdakwa lain,” ujar Hakim Dennie.
Majelis hakim kemudian memutuskan untuk melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Latar Belakang Kasus dan Abolisi Tom Lembong
Tom Lembong sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dan didenda Rp 750 juta oleh Pengadilan Tipikor atas keterlibatannya dalam kasus korupsi impor gula. Dalam amar putusan, majelis hakim menyebut bahwa perbuatan Tom menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 194 miliar, yang merupakan potensi keuntungan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), sebuah BUMN, yang seharusnya diperoleh dari kegiatan impor.
Namun, hakim menyatakan bahwa Tom tidak menikmati hasil korupsi secara pribadi. Karena itu, ia tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti. Tom sempat mengajukan banding pada 22 Juli 2025, namun situasi berubah ketika pemerintah dan DPR menyepakati pemberian abolisi.
Keputusan abolisi yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 31 Juli 2025 secara otomatis menghentikan seluruh proses hukum terhadap Tom, termasuk upaya banding. Tom pun resmi dibebaskan dari Rumah Tahanan Cipinang pada 1 Agustus 2025.
Dalam pernyataannya usai dibebaskan, Tom mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden RI Bapak Prabowo Subianto atas pemberian abolisi ini,” ujar Tom dalam keterangannya.
Jalan Panjang Proses Hukum Terdakwa Lain
Kendati Tom telah terbebas dari jeratan hukum, Kejagung tetap berkomitmen melanjutkan proses peradilan terhadap para terdakwa lainnya. Keputusan ini dinilai penting untuk memastikan keadilan tetap ditegakkan secara menyeluruh.
“Kami tidak akan menghentikan proses hukum terhadap siapapun hanya karena ada abolisi untuk satu orang. Itu prinsip kami,” tegas Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna.
Langkah Kejagung dan keputusan majelis hakim ini sekaligus menjadi penegasan bahwa pemberian abolisi tidak membatalkan seluruh proses hukum dalam satu perkara, melainkan hanya berlaku untuk individu yang telah secara resmi diberikan pengampunan oleh Presiden.
Comment