Kasus Dugaan Asusila Eks Dandim Makassar Jalan di Tempat, Kuasa Hukum Desak Sidang di Dilmiltama

Istimewa

MAKASSAR, Mediain.id – Penanganan kasus dugaan tindak pidana asusila dan perzinahan yang menyeret mantan Komandan Kodim (Dandim) 1408/Makassar, Kolonel LG, dinilai jalan di tempat.

Meski laporan resmi telah diajukan sejak September 2024, hingga kini perkara tersebut belum juga diproses di Pengadilan Militer Utama (Dilmiltama).

Penasihat hukum korban, Agusman Hidayat, mengungkapkan bahwa laporan dugaan perbuatan asusila telah disampaikan ke Polisi Militer Kodam (Pomdam) XIV/Hasanuddin pada 20 September 2024. Namun, penanganan perkara tersendat akibat perbedaan pendapat hukum di internal institusi militer.

Menurut Agusman, Pangdam XIV/Hasanuddin selaku Perwira Penyerah Perkara (Papera) beranggapan kasus tersebut sudah dijatuhi sanksi disiplin sehingga tidak dapat diproses ulang dengan alasan nebis in idem. Sebaliknya, Oditur Militer Tinggi (Otmilti) IV Makassar menilai unsur pidana telah terpenuhi, sehingga berkas perkara diteruskan ke Oditur Jenderal TNI.

Oditur Jenderal TNI kemudian merekomendasikan agar perbedaan pandangan hukum itu diselesaikan melalui Pengadilan Militer Utama, sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Peradilan Militer. Namun, langkah tersebut hingga kini belum ditempuh oleh Pangdam XIV/Hasanuddin, sehingga perkara masih menggantung.

Dalam keterangannya, Waorjen TNI, Brigjen Mukholid menegaskan bahwa sanksi disipliner tidak serta merta menghapus kemungkinan proses pidana apabila bukti memenuhi unsur tindak pidana.

Ia menekankan bahwa TNI berkomitmen untuk memproses setiap pelanggaran hukum sesuai aturan yang berlaku.

Kuasa hukum korban menilai lambannya tindak lanjut kasus ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan korban baik secara moral maupun sosial. Karena itu, pihaknya meminta Panglima TNI turun tangan untuk memberikan perlindungan hukum yang adil dan memastikan perkara ini diproses tuntas melalui peradilan militer yang berwenang.

“Kepastian hukum adalah hak setiap warga negara, termasuk korban dalam perkara ini. Kami berharap Panglima TNI memberikan perhatian penuh agar perkara ini tidak lagi berlarut-larut dan segera mendapat penyelesaian yang transparan dan berkeadilan,” tegas Agusman.

Dengan adanya langkah tegas dari pucuk pimpinan TNI, penyelesaian perkara ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik bahwa hukum ditegakkan secara konsisten, tanpa pandang bulu, serta menjunjung tinggi prinsip keadilan bagi seluruh pihak.

Sebelumnya, telah diberitakan kasus dugaan tindak pidana asusila dan perselingkuhan yang diduga melibatkan eks Dandim 1408 Makassar, Letkol Inf LG kembali menjadi sorotan.

Kuasa hukum pelapor, DJA menilai proses hukum yang bergulir di tubuh TNI berjalan lamban dan hingga kini belum memberikan kepastian hukum.

Dalam konferensi pers, kuasa hukum DJA, Agusman Hidayat, menyampaikan bahwa laporan perkara ini pertama kali didaftarkan pada 20 September 2024 di Pomdam XIV Hasanuddin, Makassar.

Ia menegaskan bahwa proses hukum sebetulnya sudah berjalan hingga tahap penetapan tersangka dan pelimpahan berkas ke Oditurat Militer Tinggi (Opmilti) IV Makassar.

“Pada hari ini saya, Agusman Hidayat, kuasa hukum terlapor memberikan update informasi terkait perkara dugaan tindak pidana asusila dan perselingkuhan yang diduga dilakukan oleh Lisardo Gumai, mantan Dandim 1408 Makassar,” ungkapnya saat dikonfirmasi.

Namun, lanjut Agusman, kendala muncul ketika Opmilti IV Makassar meminta pendapat dari Perwira Penyerah Perkara (Papera) dalam hal ini Pangdam XIV Hasanuddin. Pangdam menilai kasus tersebut telah dijatuhi sanksi disiplin sehingga dianggap ne bis in idem.

“Dalam tanggapan Papera, dalam hal ini Pangdam XIV Hasanuddin, disebutkan bahwa perkara tersebut pernah dijatuhkan sanksi disiplin dan dianggap suatu perkara yang ne bis in idem,” jelasnya.

Atas perbedaan pendapat itu, Opmilti IV Makassar kemudian meminta arahan ke Auditorat Jenderal TNI di Jakarta. Hasilnya, Auditorat menyarankan agar perkara diajukan ke Pengadilan Militer Utama (Dilmiltama) untuk diputuskan lebih lanjut.

“Namun dalam prosesnya, Papera sampai saat ini belum mengirimkan atau menyerahkan berkas perkara tersebut. Hal ini menimbulkan persepsi terkait lambatnya penanganan perkara di tubuh TNI,” tambah Agusman.

Menurutnya, Pasal 127 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer jelas menyebutkan bahwa jika terdapat perbedaan pendapat antara jaksa militer dengan Papera, maka perkara harus diajukan ke Pengadilan Militer Utama.

“Output dari Dilmiltama nantinya adalah memutuskan apakah perkara ini dilanjutkan atau dihentikan. Sayangnya, sampai sekarang berkas belum juga dikirim sehingga pelapor belum mendapat kepastian hukum,” tegasnya.

Agusman juga mengungkapkan bahwa sejak laporan resmi masuk setahun lalu, pihaknya terus berkoordinasi dengan Opmilti IV Makassar maupun pihak Kodam, namun belum memperoleh jawaban jelas soal kapan perkara ini akan disidangkan.

“Perkara ini kami laporkan tepat 20 September 2024. Jadi sudah genap satu tahun, namun sampai saat ini belum ada kepastian yang diterima pelapor,” katanya.

Ia menduga adanya pengaruh relasi jabatan dari pihak terlapor yang membuat penanganan perkara terkesan terhambat.

“Ini menyangkut seorang mantan Dandim yang mungkin memiliki relasi atau jabatan yang bisa digunakan untuk menghambat jalannya proses hukum,” bebernya.

Sebagai penutup, Agusman menegaskan pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga ada putusan pengadilan yang sifatnya inkrah.

“Kami sebagai kuasa hukum berkomitmen mengawal proses hukum ini sampai adanya putusan pengadilan yang mengikat,” pungkasnya.

Comment